Ketika saya dianggap terlalu berharap lebih-- atas apa yang dilakukan (diperjuangkan), saya mulai sadar bahwa orang yang mencintai kita pun pada dasarnya menganggap kita egois. Tentu saya sendiri sering tidak menyadari kebenaran itu, karena sudah melekat dan terlampau dibiarkan mengakar dalam kesadaran.
Hal yang muncul seiring dengan mengakui kalau kita adalah keegoisan yang sulit redam ialah, saat harus mengakhiri (perjuangan) itu. Tidak semua orang dengan mudah akan menghentikan usahanya. Lalu rela melepaskanl perjuangan untuk apapun-- seperti karir, cita-cita, mimpi, hubungan atau bahkan keluar dari trauma yang menyakitkan hidup. Semua itu tahapan dengan rintang dan rentang waktu yang berbeda-beda.
Namun rupanya, dalam mengambil keputusan 'mengakhiri' tidak serta-merta kita kalah, kita salah dan kita pecundang. Justru ada yang baru untuk dipertaruhkan. Yakni, bagaimana kembali kita memulai dari nol, dari titik tidak mampu, dari garis awal, dari titik terendah, dari posisi terjatuh dan dari apapun yang dianggap mengerikan.
Akhir juga artinya bukan selesai secara keseluruhan, akhir bisa jadi babak baru sebuah pandangan yang harus lebih tegak dari yang dulu. Memulai juga bukan berarti kosong, hampa, krisis, jatuh dan sebagainya. Memulai ialah mengembalikan tangan kita untuk biasa memegang apa yang sempat dulu terlepas. Memulai artinya menepuk pundak kita untuk kembali sadar dari tertegun yang terlalu lama. Dan berkata, pada diri saya 'bukan hal baru memang, tetapi juga bukan hal yang sulit.'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar