Ekstremisme adalah pandangan dan perilaku yang bertujuan merampas hak orang lain untuk memilih keyakinan dan mendominasinya atas nama Tuhan.
Ekstremisme bukan nama kelompok dengan atribut dan bendera dengan ciri tertentu, tapi pandangan yang menganggap penganut agama diluar kelompoknya sebagai "musuh".
Ekstremisme adalah sebuah inkubator orang-orang yang berhalusinasi tentang kebenaran tunggal dan mutlak yang diyakininya. Mungkin ini yang disebut “God complex”.
Dalam psikologi ”God Complex” adalah gejala penyakit mental yang cenderung menyalahkan/menyesatkan orang lain atas nama Tuhan karena merasa paling beriman.
“God Complex” biasanya menghinggapi orang-orang yang secara tampilan visual dan simbolik terlihat taat beragama, menggunakan atribut kesalehan, namun tanpa logika karena menggunakan logika dianggap sebagai tanda pembangkangan.
Sebelum era aufklarung, agamawan yang jadi penguasa-penguasa despotik di Eropa menjatuhkan hukuman mati dan penjara atas penentang dengan tuduhan melawan Tuhan.
Di dunia Islam, yang jadi korban intimidasi agamawan-agamawan pengidap “God Complex” adalah sufi, filosof dan teolog Syi’ah atau Mu’tazilah dengan tuduhan zindiq.
Ibnu Sina, ilmuwan dan pembaharu filsafat peripatetik hampir dalam seluruh hidupnya jadi buron karena dituduh menyesatkan umat dengan teori emanasi.
Dalam kriminologi, menurut Johan Galtung, kekerasan tidak selalu fisikal dan personal tapi bisa doktrinal dan verbal (kekerasan struktural) atas nama agama dan sebagainya.
Di Nusantara God Complex juga melatari pembunuhan Siti Jenar dan pengucilan sufi-sufi agung seperti Sunan Kalijaga, Hamzah Fansuri, Haji Mutamakkin dan sebagainya.
God Complex jarang terlihat sebagai gejala penyimpangan mental karena pengidapnya umumnya cerdik, berpengaruh, berkuasa dan dikenal relijius.
Mengusir 200 orang dengan istri dan anak-anak mereka dan membakar rumah, ternak dan ladang yang terjadi di sampang madura adalah contoh nyata kejahatan dengan motif God Complex.
Sebagian orang awam menganggap kekerasan dan ketegasan berkedok agama sebagai 2 kata dengan 1 makna. Padahal keduanya berbeda makna dan terapannya.
-Disarikan dari pemikiran ust.M. Labib-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar